Di pagi itu, tepatnya hari rabu, aku masuk terdaftar sebagai murid sekolah tersebut dengan berbagai syarat yang telah aku penuhi serta pelunasan administrasi wajib sekolah dalam kebiasaan umumnya. Dalam hati aku bergetar, karena aku masuk di sekolah yang banyak dibicarakan orang banyak, sampai pada waktu pertama masuk aku tidak berani untuk melangkahkan kaki masuk ke kelas karena begitu gugupnya aku dan bergetar hatiku melihat kenyataan yang tidak pernah aku bayangkan. Dalam keadaan terpaksa, akhirnya aku langkahkan kaki menuju bangku-bangku kosong yang sudah siap. hal ini terangkat juga karena teguran dari temanku untuk bersikap biasa dan berani. tapi enggak tahu kenapa hal tersebut menjadi sebuah hal berat yang memasuki alam sadarku. Apakah karena aku jarang berintraksi dengan teman-teman sebaya pada umumnya ketika masih SD dan MTS ? Atau karena ketakutan yang aku pendam dalam melihat kenyataan ini; tidak sesuai yang pernah aku bayangkan ketika masih kecil, bisa masuk sekolah SMA, bukan madrasah. Inilah pertanyaan yang terlitas terpikir dibenakku karena ketidak mengerti karena tidak berani dan biasa.
Jam telah menunjukkan jam 07.30 wis (waktu istiwa menurut para ulama salaf dulu) atau jam 07. 10 menit tepatnya, pak guru datang masuk ke kelas. Dengan ramahnya beliau menyapa kita dengan Assalamu Alaikum. seketika itu juga anak-anak menjawab waalaikum salam. Beliu ini berwajah tampan, meski usianya tidak lagi muda. Konon waktu mudanya banyak cewek yang naksir kepada beliau.
Hal-hal seperti inilah yang menarik banyak masyarakat untuk memasukan anaknya ke dalam sekolah tersebut. begitu juga yang aku alami sebagai salah satu contoh siswa korban dari keinginan orang tua, meski tidak menarik sebuah kemungkinan bahwa banyak juga siswa yang daftar masuk atas keinginannya sendiri.